Akhlaq pelajar (santri) pada
dirinya sendiri
Etika pelajar terhadap dirinya sendiri
ada sepuluh macam, yaitu:
Pertama, Harus mensucikan hatinya dari
setiap sesuatu yang mempunyai unsur menipu, kotor, penuh rasa dendam, hasud,
keyakinan yang tidak baik, dan budi pekerti yang tidak baik, hal itu dilakukan
supaya ia pantas untuk menerima ilmu,
menghafalkannya, meninjau kedalaman maknanya dan memahami makna yang
tersirat".
Kedua, Harus memperbaiki niat dalam mencari
ilmu, dengan tujuan untuk mencari ridha Allah SWT, serta mampu mengamalkannya,
menghidupkan syari’at, untuk menerangi hati, menghiasi batin dan mendekatakn diri kepada Allah SWT. Tidak bertujuan
untuk memperoleh tujuan-tujuan duniawi, misalnya menjadi pimpinan, jabatan, harta
benda, mengalahkan temansaingan, biar dihormati masyarakat dan sebagainya.
Ketiga, Harus berusaha sesegera mungkin memperoleh
ilmu di waktu masih belia dan memanfaatkan sisa umurnya. Jangan sampai tertipu
dengan menunda-nunda belajar dan terlalu banyak berangan-angan, karena setiap
jam akan melewati umurnya yang tidak mungkin diganti ataupun ditukar". Seorang
pelajar harus memutuskan urusan-urusan yang merepotkan yang mampu ia lakukan,
juga perkara-perkara yang bisa menghalangi kesempurnaan mencari ilmu, serta mengerahkan segenap kemampuan dan
bersungguh-sungguh dalam menggapai keberhasilan. Maka sesungguhnya hal itu akan
menjadi pemutus jalan proses belajar.
Keempat, Harus menerima apa adanya (qana’ah)
berupa segala sesuatu yang mudah ia dapat, baik itu berupa makanan atau pakaian
dan sabar atas kehudipan yang berada di bawah garis kemiskinan yang ia alami ketika
dalam tahap proses mencari ilmu, serta mengumpulkan morat-maritnya hati
akibat terlalu banyaknya angan-angan dan keinginan, sehingga sumber-sumber
hikmah akan mengalir kedalam hati.
Imam Al Syafi’i telah berkata:
“Orang yang mencari ilmu tidak akan bisa merasa bahagia, apabila ketika mencari
ilmu disertai dengan hati yang luhur dan kehidupan yang serba cukup, akan
tetapi orang-orang yang mencari ilmu dengan perasaan hina, rendah hati, kehidupan
yang serba sulit dan menjadi pelayan para ulama’, dialah orang yang bisa
merasakan kebahagiaan.
Kelima, Harus bisa membagi seluruh waktu
dan menggunakannya setiap kesempatan dari umurnya, sebab umur yang tersisa itu
tidak ada nilainya.
Waktu yang paling ideal dan baik
digunakan oleh para pelajar: Waktu sahur digunakan untuk menghafalkan. Waktu
pagi digunakan untuk membahas pelajaran. Waktu tengah hari digunakan untuk
menulis. Waktu malam digunakan untuk meninjau ulang dan mengingat pelajaran.
Sedangkan tampat yang paling baik digunakan
untuk menghafalkan adalah di dalam kamar dan setiap tempat yang jauh dari
perkara yang bisa membuat lupa. Tidak baik menghafalkan pelajaran di depan
tumbuh-tumbuhan, tanaman-tanaman yang hijau, di tepi sungai dan di tempat-tempat
yang ramai.
Keenam, Harus mempersedikit makan dan
minum, karena apabila perut dalam keadaan kenyang maka akan menghalangi
semangat ibadah dan badan menjadi berat.
Salah satu faedah mempersedikit makan
adalah badan menjadi sehat dan mencegah penyakit tubuh. Karena penyebab hinggapnya
penyakit adalah terlalu banyak makan dan minum, sebagaimana yang dikatakan
dalam sebuah syair:
Sesungguhnya penyakit yang kau
saksikan itu kebanyakan #
Timbul dari makanan dan minuman
Sedangkan sehatnya hati itu
terhindar dari perbuatan lacur, melampaui batas dan sombong, dan tidak tampak
seorangpun dari para kekasih Allah, para pemimpin ummat dan para ulama’ yang terpilih
yang bersifat atau mempunyai ciri seperti itu; banyak makan dan tidak akan
terpuji karenanya. Banyak makan akan menjadi hanya pada binatang yang tidak
berakal dan dipersiapkan untuk bekerja.
Ketujuh, Harus mengambil tindakan
terhadap dirinya sendiri dengan sifat wira’i (menjaga diri dari perbuatan yang
bisa merusak harga diri) serta berhati-hati dalam setiap keadaan, memperhatikan
kehalalan makanannya, baik itu berupa makanan, minuman, pakaian dan tempat
tinggal dan setiap sesuatu yang ia butuhkan, agar hatinya terang dan pantas untuk
menerima ilmu, cahaya ilmu dan mengambil
kemanfaatan ilmu. Seyogyanya pencari ilmu juga menggunakan kemudahan kemudahan
pada tempatnya ketika dibutuhkan dan adanya sebab–sebabnya, karena Allah menyukai
kemurahan –kemurahannya dilaksanakan sebagaimana Dia menyukai
ketetapan-ketetapanNya dilaksanakan.
Kedelapan, Harus mempersedikit makan yang
merupakan salah satu sebab tumpulnya otak (dedel: Jawa), lemahnya panca indra,
seperti buah apel yang masam, kacang sayur, minum cuka’, begitu juga makanan
yang menimbulkan banyak dahak, yang dapat mempertumpul akal fikiran dan
memperberat badan, seperti terlalu banyak minum susu, makan ikan dan yang lain
sebagainya Seyogianya juga ia menjauhkan diri dari hal-hal yang menyebabkan
lupa secara khusus seperti memakan makanan yang telah dimakan tikus, membaca tulisan
di maesan (pathok pekuburan), masuk di antara dua ekor unta yang ditarik dan
menjatuhkan kutu dalam keadaan hidup.
Kesembilan, Harus berusaha untuk mengurangi
tidur selama tidak menimbulkan bahaya pada tubuh dan akal pikirannya. Jam tidur
tidak boleh melebihi dari delapan jam dalam sehari semalam. Dan itu sepertiga
dari waktu satu hari (dua puluh empat jam). Jika keadaannya memungkinkan untuk beristirahat kurang dari sepertiganya waktu dalam sehari semalam maka ia
dipersilahkan untuk melakukannya. Apabila ia merasa terlalu lelah, maka tidak
ada masalah untuk memberikan kesempatan beristirahat terhadap dirinya, hatinya
dan penglihatannya dengan cara mencari hiburan, bersantai ke tempat-tempat
hiburan sekiranya pulih kembai dan tidak menyia-nyiakan waktu.
Kesepuluh, Harus meninggalkan pergaulan,
karena meninggalkannya itu lebih penting dilakukan bagi pencari ilmu, apalagi
bergaul dengan lawan jenis khususnya jika terlalu banyak bermain dan sedikit
menggunakan akal fikiran, karena watak dari manusia adalah banyak mencuri
kesempatan (nyolongan). Bahaya dari pergaulan adalah menyia-nyiakan umur tanpa
guna dan berakibat hilangnya agama, apabila bergaul bersama orang yang tidak
beragama. Jika ia membutuhkan orang yang bisa menemaninya, maka orang itu harus
shaleh, kuat agamanya, takut kepada Allah, wira’i, bersih hatinya, banyak
berbuat kebaikan, sedikit berbuat kejelekan, memilki harga diri yang baik,
sedikit perselisihannya (tidak ngeyelan). Jika ia lupa, maka temannya
mengingatkan, dan bila ia ingat, maka berarti temannya telah menolongnya.
0 comments:
Post a Comment