AKHLAQ GURU KETIKA MENGAJAR
Guru dalam
mengajar hendaknya dirinya bersih dari segala hadts dan kotoran , selain harus
berpakaian rapi, memakai wangi-wangian dan menggunakan pakaian yang pantas dan
layak untuk dipakai ketika abersama dengan teman-teman, dan ustazd yang
lainnya. Semuanya itu di lakukan dengan niatan untuk mengagungkan, mumuliakan
dan menghormati ilmu , selain itu ketika untuk emnghormati syari’at agama islam
dan sebagai upaya untuk taqarrub ilallah, mendekatkan diri kepada sang penguasa
alam , Allah SWT, menyebarkan ilmu, dan menghidupkan syari’at.
Menyampaikan
pesan-pesan Allah melalui hukum-hukumnya yang telah dipercayakan kepada seorang
ulama’ dan memerintahkan untuk menyebar luaskan agaman-Nya. Selalu menumbuh
kembangkan ilmu pengetahuan dengan cara mengatakan yang benar dan selalu
kembalai kepada kebenaran yang haqiqi. Berkumpul untuk zdikir kepada Allah,
menyampaikan salam kepada sesama muslim dan berdo’a untuk para ulama’ pendahulu
kita ( salafussalihin ).
Ketika ustazd
keluar dari rumah untuk mengajar, seorang ustazd hendaknya berdo’a dengan do’a
yang telah di ajarkan oleh nabi Muhammad SAW ;
“ Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari kesesatan
dan disesatkan, dari kegelinciran dan digelincirkan, dari berbuat zalim dan di
zalimi, dari berbuat bodoh dan di bodohi. Ya Allah yang Maha Agung,
pertolongan-mu dan Maha Puji-Mu dan tidak ada Tuhan yang layak di sembah selain
Engkau . Aku mohon penjagaan kepada Allah dan aku tawakkal kepada-Mu. Tidak ada
daya dan kekuatan ( untuk menolak kemaksiatan dan berbuat ketaatan ) kecuali
dengan pertolonganmu. Ya Allah,
teguhkanlah hatiku dan tampakkan kebenaran di lisanku “.
Dan jika telah sampai di sekolah ( kelas )
hendaknya seorang ustazd memberi salam kepada para muridnya atau santri, para
hadirin dan duduk menghadap ke arah kiblat ( jika memungkinkan ) , menjaga
sikap dengan baik, tenang, berwibawa, tawadlu’ dan khusu’ sambil duduk bersila
atau duduk di atas kursi dengan baik dan sopan.
Hendaknya seorang
ustazd menjaga dirinya dari hal-hal yang mengurangi kewibawaannya, seperti
duduk berdesakan denan yang lain, memeprmainkan kedua tangannya, memasukan
deriji yang satu dengan deriji yang lain, memperhatikan kesan kemari dengan
mempermainkan kdua bola matanya tanpa hajat.
Selain itu
hendaknya seorang ustazd menjauhkan dirinya dari bersenda gurau dan sering
tertawa , karena hal itu mengurangi kewibawaan dan menjatuhkan harga dan
martabat seorang ustazd.
Ustazd hendaknya
tidak mengajar di waktu perut dalam keadaan lapar, haus dan dahaga. Juga tidak
sat marah, cemas, ngantuk ataupun di waktu panas dan dingin yang berlebihan.
Di samping itu
ustazd hendaknya duduk dengan menampaakkan dirinya supaya bis dilihat oleh para
santrinya, muri, dan para hadirin supaya mereka memuliakan seorang guru yang
berilmu, tua, kebagusannya, dan kemuliaannya, serta memuliakan dan
mengutamakannya untuk di jadikan sebagi imam shalat. Di samping itu harus
berbuat dan nerkata-kata dengan bahasa yang lemah lembut terhadap orang laim
dan menghotmati mereka dengan ucapan yang baik, menampakkan wajah yang
berseri-seri dan penghormatan yang sangat luar biasa.
Ustazd hendaknya
berdiri untuk menghormati para pemimpin islam sebagai ungkapan rasa penghormatan,
dan melihat kepada para hadirin dengan tujuan untuk menghormati ala kadanya
saja, terlebih lagi terhadap orang yang mengajak bicara dan bertanya tentang
sesuatu dan orang yang menemuinya , mereka semua harus didengarkan dengan penuh perhatian dan
konsentrasi meskipun merka orang-orang yang masih kecil dan orang hina dina ,
apabila hal seperti itu tidak di lakukan
oleh seorang ustazd maka ia telahmenampakkan prilaku dan perbuatan orang orang yang sombong.
Ustazd sebelum
memulai mengajar, hendaknya di mulai dengan mengucapkan atau membaca sebagian
Al Qur;an sebagai tabarrukan ( mengharap barakah ) untuk kebaikan dirinya
sendiri, para santri, orang yang hadir, kaum muslimin, dan mereka yang membantu
kesuksesan pendidikan, seperti orang yang memberikan waqaf , kalau memang ada
orang yang memberikan waqaf dan sebagainya. Kemudian di susl dengan memabaca
ta’awwuzd, basmalah, hamdalah, shalawat pada nabi dan para pengikutnya, sera
meminta kerelaan terhadap pemimpin kaum muslimin.
Jika pelajaranya
banyak, hendaknya di dahulukan pelajaran yang paling mulia terlebih dahulu,
yang mulia dan seterusnya. Yakni mendahuliukan pelajaran tafsir, hadits,
ushuluddin, ushul fiqh, kitab-kitab mazhab, nahwu dan di akhiri dengan
kitab-kitab raq’iq ( kitab yang memperhalus
watak ) supaya santri bisa mengambil pelajaran dari cara-cara pembersihan hati.
Hendaknya seorang
Ustazd meneruskan poelajaran-pelajaran yang belum diselesaikan dengan baik dan
menghentikan pelejaran jika sudah selesai materi pembahasan. Jangan sampai
menyebutkan pembahasan-pembahasan yang bisa membingungkan santri, tidak
memberikan jawaban yang jelas, baik
dalam masalah agama atau pelajaran dan baru di tuntaskan jawabanya pada
materi-materi yang akan datang . Bahkan
seorang guru harus mampu menjelaskan permasalahan secara mendetaild an
menyeluruh atau menundanya sekalian , karena mengandung unsur mafsadat (
kerusakan ), apalagi forum tersebut di hadiri orang golongan umum baik, kaum
cerdika pandai, para ulama’ dan orang – orang awam.
Janganlah memperpanjang
dan memperpendek pelajaran sehingga menimbulkan kebosanan dan kerusakan
pemahaman, ketika belajar selalu menjaga kemaslahatan umum, baik ketika
memberikan keterangan dan penjalasan. Di samping itu janganlah membahas sebuah
persoalan kecuali pada forum-forum resmi, sebuah forum yang di pergunakan untuk
pembahasan sebuah ilmu pengetahuan, tidak boleh memajukan atau menunda jadwal
pelaksanaan belajar kecuali adal kemaslahatan untuk umum.
Juga tidak
mengeraskan atau memelankan suara lebih dari sekedar kebutuhan, namun yang
lebih utama adalah bagaimana suara itu tidak terlalu melebihi batas sehingga
terdengar dri luar dan juga tidak terlalu pelan sehingga para santri, audien
sulit untuk mendegarkannya.
Al Khatib Al
Baghdadi telam meriwayatkan sebuah hadits dari nabi SAW : sesungguhnya nabi
mencintai suara yang pelan dan samar dan beliau membenci suara yang keras,
nyaring.
Namun di dalam
formu tersebut apabila terdapat orang yang kurang peka pendengarannya, maka
tidak ada masalah, dan sah sah saja untuk mengeraskan suaranya sehingga ia
mampu mendengarkannya, di samping itu tidak boleh berbicara dengqan terlalu
cepat, bahkan harus pelan-pelan sambil berfikir dan di fikirkan juga oleh para
mustami’, orang yang mendengarkannya.
Nabi Muhammad,
ketika beliau berbicara dengan orang lain, maka beliau selalu berbicara dengan
pelan-pelan, sistematis, dan terperinci sehingga bisa di fahami oleh orang
lain. Beliau ketika mengucapkan suatu kalimat selalu di ulangi samapi tiga kali
maksudnya adalah suapaya mudah di fahami. Dasn ketika beliau telah selesai
dalam menjelaskan sebuah persoalan, permasalahan, atau pokok masalah , beliau
berhenti sejenak untuk memberikan kesempatan kepada orang lain untuk mengulangi
permasalahan, persoalan yang telah
beliau sampaikan.
Seorang Ustazd
hendaknya menjaga ruangan atau kelasnya dari kegaduhan, keramaian atau
pembahasan yang simpang siur yang tidak jelas arahnya, karena hal itu bisa
merubah terhadap lafazd.
Al Rabi’ telah berkata : adalah imam Syafi’I apabila
mengadakan debat, adu argumentasi, mujadalah dengan orang lain , kemudian orang
itu berpindah pada masalah yang lain sbeblum tuntas, maka iamam Syafi’I
berkata: aku akan menyelesaikan masalah ini baru kemudian berpindah pada
masalah yang engkau kehendaki.
0 comments:
Post a Comment